Berita Merdeka – Ketika kearifan lokal tidak mendapat ruang bahkan cenderung terabaikan terutama dalam pembangunan infrastruktur didaerah, maka yang terjadi tentunya pergerakan massal bak menggelindingnya bola salju yang tanpa penetrasi akan semakin membesar dan bahkan bisa jadi menenggelamkan proses pelaksanaan pembangunan itu sendiri.
Sama halnya apa yang terjadi pada pembangunan infrastruktur oleh PT. Adonia Footwear Indonesia (PT.AFI) yang dalam proses pembangunannya diduga tidak memperhatikan kearifan lokal yang berakibat munculnya pernyataan sikap dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia atau K-Sarbumusi Kabupaten Tegal, Minggu, 28 Agustus 2022.
Menurut Ketua DPC K-Sarbumusi Kabupaten Tegal, M. Syafii Pahlevie, S.Ag bahwa setelah pihaknya melakukan konfirmasi serta penggalian informasi, diketahui bahwa proses pembangunan infrastruktur PT. Adonia Footwear Indonesia yang terletak didesa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal diduga tidak memperhatikan kearifan lokal.
Semisal tidak dilibatkannya warga lingkungan proyek dalam proses pembangunan, Sehingga hal itu menimbulkan gejolak dan menjadi polemik berkepanjangan.
Syafii Pahlevi menyayangkan karena menurutnya, seharusnya substansi kebijakan penanaman modal seperti pendirian pabrik atau pusat produksi disuatu kawasan seharusnya memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lingkungan pembangunan pabrik.
Dikatakan bahwa rekruitmen beberapa perusahaan pelaksana pembangunan proyek tersebut kebanyakan didominasi perusahaan dari luar Kabupaten Tegal. Bahkan masyarakat yang direkrut sebagai pekerjapun hanya kisaran 5 persen.
“Menurut saya, pelaksana pembangunan pusat industri tersebut harus dievaluasi oleh pemerintah Kabupaten Tegal selaku institusi yang bertanggung jawab terhadap kondisi ekonomi sosial di Kabupaten Tegal,” terang Syafii Pahlevi pada insan pers.
“Jika tidak ada upaya Pemerintah Daerah dalam menyikapi kondisi ini, maka sangat dikhawatirkan proses pelaksanaan pembangunan pabrik milik PT Adonia Footwear Indonesia itu akan justru menimbulkan kesenjangan sosial dan berpotensi menjadi sumber gejolak pada masyarakat di sekitar proyek tersebut,” ujarnya.
Sementara, salah satu tokoh masyarakat Lebaksiu Kidul, M. Khusaeri, S.Pd mengatakan, bahwa dari awal proses pembangunan pabrik milik PT Adonia Footwear Indonesia memang tidak ada koordinasi dengan warga sekitar.
“Dari awal proses pembangunan kami tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi maupun lainnya, dan sampai saat ini pun tidak ada warga yang mendapat kompensasi, padahal kami juga merasa terganggu,” ucapnya, Senin 29 Agustus 2022.
Disebutkan oleh Khusaeri, pihak pelaksana proyek hanya memberikan kompensasi kepada ketua RT dan hanya beberapa gelintir orang saja yang bekerja dalam proyek itu, padahal banyak warga yang menganggur.
“Kebanyakan pekerja dari luar daerah hingga 93 persen, itu jelas tidak benar dan kami warga sekitar pabrik sepakat akan mengancam demo dalam jangka waktu dekat untuk menuntut keadilan,” tandasnya.***