Berita Merdeka – Tentang keterlambatan pengerjaan proyek pembangunan gedung Mal Pelayanan Publik (MPP) yang terletak dikawasan PPIB Kota Tegal, pemerintah Kota Tegal telah menjalankan mekanismenya sesuai prosedur.
Ruang fleksibelitas telah diberikan pemerintah Kota Tegal kepada PT. Artadinata Azzahra Sejahtera dengan memberikan kesempatan dalam pengejaran pekerjaan untuk mencapai target prosentase yang telah menjadi syarat ketentuan bagi rekanan pemenang lelang seperti pembangunan Mal Pelayanan Publik (MPP).
Kaitan keterlambatan pengerjaan pembangunan Mal Pelayanan Publik (MPP), Dinas PUPR Kota Tegal telah melayangkan peringatan pertama Show Cause Meeting atau SCM 1 dengan kurun 2 minggu dari mulai tanggal 20 September s/d 4 Oktober 2023.
Plt Kepala Dinas PUPR Kota Tegal, Heru Prasetyo, S.STP menjelaskan bagaimana sikap dari pemerintah Kota Tegal dalam hal ini Dinas PUPR menangani permasalahan yang timbul dari rekanan penyedia jasa paket pekerjaan pembangunan Pemerintah Daerah seperti Mal Pelayanan Publik (MPP) yang merupakan program unggulan Walikota Tegal dengan nilai yang cukup besar.
Menurut Heru apabila dalam waktu 2 minggu atau 14 hari semenjak dilayangkannya surat peringatan pertama atau SCM 1 pihak Kontraktor belum bisa memenuhi menurunkan deviasi hingga 10%, maka pihaknya akan langsung memberikan surat peringatan kedua atau SCM 2 yang juga memiliki waktu yang sama 14 hari.
“Kita masih berikan hak ke rekanan atau kontraktor PT Artadinata sampai tanggal 4 Oktober 2023 sebagai peringatan pertama atau SCM 1. Kalau SCM 1 deviasinya tidak turun atau tidak berkurang hingga mencapai 10% atau dibawah 10%, berarti kita langsung SCM 2,” ujar Heru Prasetyo, yang didampingi Plh. Kabid Cipta Karya, Teguh Sugiartono saat ditemui beritamerdeka.co.id di ruang kerjanya, Selasa 26 September 2023.
Dalam hal masih tidak dapat terpenuhinya selama peringatan kedua atau SCM 2 oleh Kontraktor dalam pengejaran pembangunan gedung Mal Pelayanan Publik (MPP) kawasan PPIB, maka SCM 3 akan dilayangkan dengan kurun waktu sesuai aturan 30 hari masa berlakunya SCM 3.
Namun demikian, apabila dalam perkembangan selama SCM 3 sesuai pantauan tim dalam menilai progres pembangunan MPP apakah deviasinya berkurang atau malah bertambah, maka akan dilakukan kesepakatan 3 pihak, PPK, MK dan Kontraktor itu sendiri untuk menuju eksekusi Putus Kontrak.
“Setelah SCM 3, untuk menentukan Putus Kontrak, itu sesuai kesepakatan bersama Kontraktor, PPK dan MK yang didasarkan pada data, fakta dan kemampuan. Kita kan ada MK,” terang Heru.
Lantas bagaimana kelanjutan pembangunan gedung MPP setelah adanya Putus Kontrak, hal itu menurut Heru akan dilihat perkembangan apakah sisa waktu yang ada memungkinkan dilanjutkan. Kontraktor penggantinya kemungkinan bisa melihat referensi pemenang cadangan dalam lelang yang datanya terdapat di bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemkot Tegal atau bisa juga melalui Penunjukkan Langsung melalui pengkajian tetlebih dahulu.
Heru menepis anggapan terkait mekanisme pemenang lelang yang lebih menguntungkan pihak kontraktor meskipun pekerjaan tidak terselesaikan atau baru 17% berhenti dengan Uang Muka 20% yang diberikan Pemkot Tegal seperti persoalan pembangunan gedung MPP.
Disebutkan bahwa rekanan pemenang lelang, syaratnya harus mengendapkan uang di rekening 20% yang ditaruh sebelum pengumuman lelang pekerjaan. Hal menurutnya dirasakan kurang adil bagi para rekanan peserta lelang pekerjaan.
“Syarat rekening yang mengendap itu 20 persen, cuma selama ini aturannya 30 hari sebelum pengumuman pekerjaan. Kalau menurut saya sebenarnya kurang adil bagi si rekanan. Untuk itu pihaknya akan mengajukan usulan dengan kajian ke Bagian Barang dan Jasa dan juga ke Sekda Kota Tegal.
“Menurut saya yang paling tepat, nanti saya juga akan mengajukan usulan, kajian, ke PBJ dan pak Sekda bahwa rekening mengendapnya adalah ditaruh setelah pengumuman,” jelasnya.
Selain itu apabila terjadi putus kontrak, maka Putus Kontrak diikuti dengan langkah PPK harus mencairkan jaminan Uang Muka dan jaminan pelaksanaan untuk disetor ke rekening kas negara serta memasukkan penyedia jasa atau kontraktor kedalam daftar hitam atau Blacklist. (Anis Yahya)