Oleh : Dr. Azmi Syahputra, SH, MH
Adanya saling keterkaitan atas kedua hal korupsi tersebut diatas, karena dampaknya pada penegakan hukum dan pada konsep kedaulatan rakyat, peta politik dalam negara serta cita ideal dalam negara demokrasi.
Intensitas Korupsi politik pada saat tahun pemilu 2024 ini sangat berasa.
Korupsi politik dijadikan “senjata politik” sekaligus sebagai “kejahatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki posisi politik”.
Itu menimbulkan implikasi yang luas dalam berbagai kehidupan bernegara terutama amanat dan kepercayaan rakyat, yang biasanya diawali dari tindakan dari pemimpin politik dan dikualifikasi cendrung merugikan perjalanan politik negara, untuk menutupi atau menghindar dari jaring hukum, pemegang kekuasaan ditandai dengan adanya deligitimasi insitusi , mengubah maupun menerobos aturan hukum atau membuat kekebalan hukum.
Korupsi politik termasuk politik uang yang melembaga tidak sesuai dengan sensitifitas moral politik bangsa beradab termasuk berdampak pada watak hukum dan kualitas penegakan hukum.
Dampaknya jika sinyal korupsi politik ini sudah mendominasi, maka kejahatan yang sifatnya extraordinary crime muncul meningkat dan efektifitas hukum dan penegakan hukumnya tidak dapat maksimal.
Korupsi politik, identik dengan kejahatan dalam jabatan yang sedang dan akan selalu muncul pada habitat kekuasaan yang memiliki hak, wewenang dan diskresi politik yang luas dan memiliki kesempatan dan sarana untuk menyalahgunaan kekuasaan.
Karenanya, penyimpangan kekuasaan secara moral dan hukum merupakan korupsi kekuasaan.
Entitas korupsi politik melekat dengan kekuasaan dapat muncul dalam berbagai corak dan variasinya. Sebab terkait dengan jenis perbuatan penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan penguasa politik apalagi atas nama mempertahankan hasrat politik demi tujuan mempertahankan dan memperluas kekuasaan.
Kekuasaan politik yang liar memberi peluang manipulasi dan sangat berpotensi jahat bukan saja menjadi kekuasaan absolut yang berpotensi korup, tetapi kelemahan yang absolut juga berpotensi menimbulkan korupsi secara absolut.
Korupsi politik harus pula dimaknai sebagai kejahatan luar biasa, karena merusak jantung kehidupan masyarakat banyak. Makanya dibutuhkan hukum yang bersukma keadilan dan berspirit kebenaran.
Karenanya dalam penyelenggaran kepemiluan ini, dibutuhkan kesadaran kolektif semua pihak untuk merespon problematika, sekaligus mencegah terjadinya praktek korupsi politik termasuk korupsi elektroral dengan tiap warga mengambil peran bersama untuk menyukseskan pemilu dengan kejujuran sebagai sarana integrasi bangsa sekaligus pesta demokrasi secara baik, lancar dan damai menuju Indonesia Emas.
Penulis adalah Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti