Hukum dan Kriminal Pakar Hukum Sebut Penanganan Kasus Fraud LPEI Perlu Koordinasi KPK dan Kejagung

Pakar Hukum Sebut Penanganan Kasus Fraud LPEI Perlu Koordinasi KPK dan Kejagung

95
BERBAGI
Pakar Hukum Pidana yang juga Dosen Universitas Trisakti, Dr Azmi Syahputra, SH.,MH
Advertisement

Berita Merdeka – Pakar Hukum yang juga Dosen Universitas Trisakti, Dr. Azmi Syahputra, SH.,MH sebut persoalan penanganan kasus dugaan korupsi atau Fraud terkait pemberian fasilitas kredit oleh LPEI perlu koordinasi antara KPK dan Kejagung.

“Perlunya sinergis koordinasi antar KPK dan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus LPEI,” ujar Azmi Syahputra yang disampaikan ke redaksi beritamerdeka.co.id, Kamis, 21 Maret 2024.

Hal itu menurut Azmi, agar terwujudnya optimalisasi dan percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi, serta terciptanya sinergitas antara kedua lembaga maka dalam kasus ini perlu koordinasi.

Advertisement

“Memperhatikan kasus dugaan kecurangan perusahaan ekspor terkait lembaga pembiayaan ekspor Indonesia ( LPEI) sekalipun KPK lebih dulu melakukan penyidikan atas kasus ini dimana diketahui KPK telah menerima laporan sejak 10 Mei 2023,” jelasnya.

Disebutkan Azmi, dasar hukum yang mengacu pada Pasal 50 UU KPK, jadi bila sepanjang objek perkara yang dilaporkan oleh Menteri Keuangan sama kepada kejaksaaan agung,

“Maka kasus tersebut harus diserahkan ke KPK untuk mengusutnya lebih lanjut meskipun demikian agar ada persamaan tujuan penangangan perlu dilakukan koordinasi antar lembaga,” terangnya.

Hal ini diperlukan agar tidak terjadinya dualisme dalam penanganan perkara atau tumpang tindih.

Sehingga lebih tertata dalam penangan kasusnya dan adanya kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait dalam perkara tersebut.

Sebagaimana diketahui, Kasus Fraud terkait pemberian fasilitas ekspor dari LPEI ke sejumlah perusahaan mencuat, setelah KPK tiba-tiba mengumumkan penyidikan atas kasus tersebut, Selasa, 19 Maret 2024 petang.

Penyampaian itu dilakukan satu hari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung, Senin, 18 Maret 2024.

Kasus tersebut terendus pada tahun 2019 dari hasil pemeriksaan BPKP, Itjen Kemenkeu dan juga Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) dimana terdapat 4 perusahaan yang menerima pembiayaan dari LPEI.

4 perusahaan berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP, Itjen Kemenkeu dan juga Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) antara lain PT. RII dengan dugaan Fraud senilai Rp1.8 teiliun, PT. SMR sebesar Rp216 miliar, PT. SRI besarnya Rp1,44 miliar serta PT. PRS sebesar Rp305 miliar.

Berdasarkan Undang-undang KPK, tepatnya di Pasal 50, KPK mempunyai wewenang untuk menangani kasus tersebut.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menuturkan KPK menerima laporan terkait dugaan korupsi tersebut pada 10 Mei 2023.

Selanjutnya, penelaahan dilakukan hingga akhirnya KPK melakukan penyelidikan pada Februari 2024.

“Dan pada hari ini tadi, segenap dari (jajaran) penyelidikan, penyidikan, penuntutan di Kedeputian Penindakan telah memaparkan kepada pimpinan, maka pada tanggal 19 Maret 2024 ini KPK meningkatkan proses penyelidikan dari dugaan penyimpangan atau tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan,” ujar Ghufron dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa,19 Maret 2024 petang.

Mengacu pada Pasal 50 Undang-undang (UU) KPK, Ghufron meminta Kejagung untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut.

“Berkaitan dengan konsekuensinya apa, nanti bisa dilihat juga di Pasal 50 UU KPK bahwa ketika KPK melakukan penyidikan, maka APH (Aparat Penegak Hukum) lain diharapkan (segera menghentikan),” kata Ghufron membacakan poin Pasal 50 UU KPK.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan pihaknya sudah memegang nama calon tersangka. Hanya saja, kepastian para tersangka akan dibangun dalam proses penyidikan berjalan.

“Calon ada ya, kalau calon ada. Enggak usahlah disebutkan, nanti saja,” kata Alex.

Jaksa Agung ST Burhanuddin sempat membocorkan kronologi kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit LPEI.

“Jumlah keseluruhannya adalah sebesar Rp2,505 triliun. Teman-teman itu yang tahap pertama. Nanti ada tahap keduanya,” kata Burhanuddin dalam jumpa pers, Senin.

Ia menambahkan jumlah perusahaan yang diduga terlibat berpotensi bertambah. Pasalnya, terang dia, ada enam perusahaan lain yang diduga terlibat fraud dalam kasus pembiayaan ekspor senilai Rp3 triliun.

“Akan ada gelombang kedua yang terdiri dari 6 perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp3 triliun dan Rp85 miliar,” katanya.

Burhanuddin menyatakan keenam perusahaan tersebut masih dalam proses pemeriksaan oleh BPKP.

Setelah proses pemeriksaan rampung, lanjut dia, berkas laporan keenam perusahaan tersebut akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam rangka pemulihan aset.

Oleh karenanya, ia mewanti-wanti agar keenam perusahaan tersebut dapat menindaklanjuti arahan dari BPKP, Itjen Kemenkeu, dan Jamdatun supaya tidak berlanjut kepada proses pidana.

“Tolong segera tindak lanjuti ini daripada perusahaan ini nanti kami tindak lanjuti secara pidana,” tegas Burhanuddin. (Tim Redaksi)